TERJEMAH SULAM TAUFIQ 03
Kaidah Mengetahui Perkara yang Bisa Menyebabkan Keluar dari Islam (Murtad / Kafir)
بسم الله الرحمن الرحيم
Kaidah untuk Mengetahui Perkara yang Bisa Menyebabkan Keluar dari Islam (Murtad / Kafir)
Jadi, dari ungkapan-ungkapan di atas bisa ditarik
disederhanakan: setiap keyakinan, perbuatan atau ucapan yang menunjukkam
penghinaan, meremehkan Allah, Kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, malaikat-Nya,
tanda atau simbol-simbol-Nya, hukum-hukum-Nya, janji atau ancaman-Nya itu
menjadikan kufur dan merupakan perbuatan dosa. Oleh karena itu, hendaknya
manusia benar-benar hati-hati pada masalah ini. |
وحاصِلُ أَكْثَرِ تلْكَ العِباراتِ
يَرْجِعُ أنَّ كُلَّ عَقْدٍ أو فِعْلٍ أو قَوْلٍ يَدُلُّ على اسْتِهانَةٍ أو
اسْتِخْفافٍ بِاللهِ، أو كُتُبِهِ، أو رُسُلِهِ، أو مَلائِكَتِهِ، أو شَعائِرِ
أو مَعالِمِ دِينِهِ، أو أحْكامِهِ، أو وَعْدِهِ، أو وَعِيدِهِ، كُفْرٌ
ومَعْصِيَةٌ، فَلْيَحْذَرِ الإنْسانُ مِنْ ذٰلك جَهْدَهُ. |
Hukum-Hukum yang Berkaitan dengan Orang Murtad (Orang yang Keluar dari Agama Islam)
Fasal:
Bagi orang yang keluar dari Islam (murtad) wajib kembali ke Islam seketika
itu juga dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, melepaskan diri dan
mencegah perkara yang menjadikan murtad, wajib menyesali apapun yang sudah
dilakukan, dan bertekad untuk tidak melakukannya lagi serta meng-qadha
kewajiban-kewajiban syairat yang tertinggal pada waktu murtad. |
فَصْلٌ : يَجِبُ على مَنْ وَقَعَتْ مِنْهُ
رِدَّةٌ: العَوْدُ فَوْرًا إلى الإسْلامِ: بِالنُّطْقِ بِالشَّهادَتَيْنِ،
والإقْلاعِ عَمّا وَقَعَتْ به الرِّدَّةُ؛ ويَجِبُ عليه النَّدَمُ على ما صَدَرَ منه، والعَزْمُ على
أنْ لا يَعُودَ لِمِثْلِهِ، وقَضاءُ ما فاتَهُ مِنْ واجِباتِ الشَّرْعِ في
تِلْكَ المُدَّةِ ، |
Apabila
belum bertaubat, wajib disuruh taubat. Tidak ada yang diterima dari orang
yang murtad kecuali masuk islam lagi atau dibunuh (diperangi). |
فإنْ لم يَتُبْ وَجَبَتِ
اسْتِتابَتُهُ، ولا يُقبَلُ منه إلّا الإسْلامُ أو القَتْلُ . |
Puasa
orang murtad, tayammumnya, pernikahannya saat belum melakukan persetubuhan
seluruhnya menjadi batal karena riddah (keluar dari islam). Begitu
juga batal pernikahannya setelah melakukan hubungan suami istri apabila ia
tidak kembali ke agama Islam dalam masa iddah. |
ويَبْطُلُ بِها صَوْمُهُ،
وتَيَمُّمُهُ، ونِكاحُهُ قَبْلَ الدُّخُولِ، وكَذا بعدَهُ إنْ لم يَعُدْ إلى
الإسْلامِ في العِدَّةِ، |
Akad
nikah orang murtad pun tidak sah. Sembelihannya
tidak sah, orang murtad tidak bisa mendapatkan warisan, tidak bisa mewariskan
hartanya, dan (ketika mati) tidak boleh dishalati, tidak wajib dimandikan,
tidak wajib dikafani, tidak wajib dikubur. |
ولا يَصِحُّ عَقْدُ نِكاحِهِ. |
Dan
seluruh harta tinggalannya menjadi harta fai’. (yakni hartanya
dimiliki oleh pemerintah dan digunakan untuk kepentingan orang-orang islam). |
Kewajiban Melaksanakan Perintah secara Sempurna
Fasal:
Bagi setiap orang mukallaf[1]
wajib melaksanakan perkara yang diwajibkan oleh Allah kepadanya, juga wajib
melaksanakan apa saja yang Allah perintahkan meliputi memenuhi rukun-rukun
dan syarat-syaratnya serta menjauhi seluruh yang membatalkan kewajiban
tersebut. |
فَصْلٌ : يَجِبُ على كُلِّ مُكَلَّفٍ أداءُ جَمِيعِ
ما أوْجَبَهُ اللهُ عليه، ويَجِبُ أنْ يُؤَدِّيَهُ على ما أمَرَهُ اللهُ بِهِ،
مِنَ الإتْيانِ بِأرْكانِهِ وشُرُوطِهِ، وتَجَنُّبِ مُبْطِلاتِهِ، |
Dan
wajib menyuruh orang yang tidak melaksanakan kewajiban tersebut atau
melaksanakan kewajiban akan tetapi tidak sesuai dengan aturan yang
ditetapkan. (Bahkan) wajib memaksa orang yang meninggalkan kewajiban apabila
mampu untuk memaksa. Apabila tidak mampu untuk memaksa dan menyuruhnya, maka
harus inkar (tidak menyetujui) perbuatan tersebut. Mengingkari dalam hati
merupakan tingkatan iman yang lemah, yakni minimalnya perkara yang harus
dilakukan manusia saat tidak mampu. |
ويَجِبُ عليه أمْرُ مَنْ رَآهُ
تارِكًا لِشَيْءٍ منها أو يَأتِي بِها على غيرِ وَجْهِها، ويَجِبُ عليه قَهْرُهُ
على ذٰلك إنْ قَدِرَ، وإلّا فَيَجِبُ عليه الإنْكارُ بِقَلْبِهِ إنْ عَجَزَ عن
القَهْرِ والأمْرِ، وذٰلك أضْعَفُ الإيمانِ، أي أقَلُّ ما يَلْزَمُ الإنْسانَ
عند العَجْزِ؛ |
Dan
wajib meninggalkan seluruh yang diharamkan, wajib melarang orang yang
melakukan perbuatan haram dan harus memaksanya apabila mampu. Jika tidak
mampu maka wajib baginya mengingkari perbuatan tersebut di dalam hati dan
harus menjauhi tempat maksiat. (yang dimaksud) haram adalah perkara yang
mendapat ancaman siksa dari Allah bagi pelakunya, dan mendapat janji (balasan)
pahala bagi yang meninggalkannya. |
ويَجِبُ تَرْكُ جَمِيعِ
المُحَرَّماتِ، ونَهْيُ مُرْتَكِبِها ومَنْعُهُ قَهْرًا منها إنْ قَدِرَ عليه،
وإلّا وَجَبَ عليه أنْ يُنْكِرَ ذٰلك بِقَلْبِهِ ومُفارَقَةُ مَوْضِعِ
المَعْصِيَةِ؛ والحَرامُ ما تَوَعَّدَ اللهُ مُرْتَكِبَهُ بِالعِقابِ ووَعَدَ
تارِكَهُ بِالثَّوابِ. |
Kewajiban Shalat dan Waktu-waktu
Shalat
Fasal:
yang termasuk kewajiban adalah shalat lima waktu sehari semalam. Shalat
Dhuhur, waktu shalat dhuhur ketika matahari tergelincir sampai
bayang-bayang benda menjadi sama panjang dengan bendanya tanpa menghitung
bayang-bayang istiwa’ (saat matahari tepat di atas). Shalat Ashar,
waktu shalat ashar dimulai sejak habisnya waktu duhur sampai matahari
terbenam. Shalat maghrib, waktu shalat maghrib masuk sejak matahari
terbenam sampai mega warna merah hilang. Shalat isya, waktu shalat
isya setelah waktu maghrib sampai fajar shadiq terbit. Shalat
shubuh, waktu shalat subuh setelah waktu isya habis sampai matahari
terbit. |
فَصْلٌ : فَمِنَ الواجِبِ خَمْسُ
صَلَواتٍ في اليَوْمِ واللَّيْلَةِ: الظُّهْرُ: ووَقْتُها إذا زالَتِ الشَّمْسُ،
إلى مَصِيرِ ظِلِّ كُلِّ شَيْءٍ مِثْلَهُ غَيْرَ ظِلِّ الاسْتِواءِ؛ والعَصْرُ:
ووَقْتُها مِنْ بَعْدِ وَقْتِ الظُّهْرِ إلى مَغِيبِ الشَّمْسِ؛ والمَغْرِبُ:
ووَقْتُها مِنْ بَعْدِ مَغِيبِ الشَّمْسِ، إلى مَغِيبِ الشَّفَقِ الأَحْمَرِ؛ |
Shalat-shalat
fardhu ini (shalat 5 waktu yang sudah disebutkan) wajib dilaksanakan di
waktu-waktunya bagi tiap-tiap orang muslim yang baligh, berakal dan
suci. Oleh karena itu, mendahulukan shalat sebelum waktunya tanpa udzur itu
hukumnya haram. |
فَتَجِبُ هٰذِهِ الفُرُوضُ في
أَوْقاتِها على كُلِّ مُسْلِمٍ، بالِغٍ، عاقِلٍ، طاهِرٍ؛ فَيَحْرُمُ تَقْدِيمُها
على وَقْتِها وتَأْخِيرُها عنه بِغَيْرِ عُذْرٍ؛ |
Apabila
ada sesuatu yang bisa mencegah melakukan shalat seperti haid datang setelah
melewati waktu yang cukup untuk melaksanakan shalat, dan bersucinya orang
yang beser, maka wajib meng-qadha shalatnya. |
فَإنْ طَرَأَ مانِعٌ كَحَيْضٍ
بَعْدَما مَضَى مِنْ وَقْتِها ما يَسَعُها، وطُهْرِها لِنَحْوِ سَلَسٍ، لَزِمَهُ
قَضاؤُها؛ |
Atau
yang mencegah tersebut hilang (seperti haidnya berhenti), sementara itu waktu
shalat masih tersisa dan cukup untuk melakukan takbiratul ihram maka
shalat tersebut wajib dilaksanakan. Begitu juga wajib melakukan shalat
sebelumnya, apabila shalat tersebut bisa di-jamak (dengan shalat yang
hanya tersisa untuk takbiratul ihram). |
أو زالَ المانِعُ وقَدْ بَقِيَ مِنَ
الوَقْتِ قَدْرُ تَكْبِيرَةٍ لَزِمَتْهُ، وكَذا ما قَبْلَها إنْ جُمْعِتْ
مَعَها. |
Kewajiban bagi Wali (sebagai Orang Tua, Pengasuh dan Pemerintahan)
Fasal:
Wajib bagi wali dari anak kecil laki-laki dan perempuan yang mumayyiz
untuk memerintah shalat, mengajari hukum-hukum shalat setelah berusia 7 tahun
hijriyyah. Dan wajib memukul karena meninggalkan shalat setelah berumur 10
tahun hijriyyah. Begitu juga (wajib memerintah) melakukan puasa yang sudah
kuat untuk melaksanakan, dan wajib juga mengajari hal-hal yang wajib dan
hal-hal yang haram. |
فَصْلٌ: يَجِبُ على وَلِيِّ
الصَّبِيِّ والصَّبِيَّةِ المُمَيِّزَيْنِ أنْ يَأْمُرَهما بِالصَّلاةِ
ويُعَلِّمَهُما أَحْكامَها بَعْدَ سَبْعِ سِنِينَ، ويَضْرِبَهُما على تَرْكِها
بَعْدَ عَشْرِ سِنِينَ، كَصَوْمٍ أَطاقاهُ، ويَجِبُ عليه أَيْضًا تَعْلِيمُهُما
ما يَجِبُ عليهما وما يَحْرُمُ. |
Wajib bagi penguasa urusan (pemerintah) membunuh
orang yang meninggalkan shalat karena malas jika tidak mau bertaubat, dan
orang meninggalkan shalat dengan alasan malas tersebut statusnya masih
sebagai orang Islam. |
ويَجِبُ على وُلاةِ الأمْرِ قَتْلُ
تارِكِ الصَّلاةِ كَسَلًا إنْ لم
يَتُبْ، وحُكْمُهُ مُسْلِمٌ. |
Wajib
bagi setiap orang islam menyuruh keluarganya (istrinya) untuk melaksanakan
shalat, memaksa mereka dan mengajari syarat, rukun dan hal-hal yang
membatalkan shalat. Dan wajib menyuruh orang lain (selain keluarga) untuk
melakukan shalat apabila mampu. |
ويَجِبُ على كُلِّ مُسْلِمٍ أَمْرُ
أَهْلِهِ بِها، وقهرُهُمْ، وتَعْلِيمُهُمْ أَرْكانَها وشُرُوطَها ومُبْطِلاتِها،
و كُلُّ مَنْ قَدِرَ عليه مِنْ غَيْرِهِمْ. |
Syarat
Shalat; Wudhu dan Rukun-rukunnya
Fasal:
Termasuk syarat-syarat shalat adalah wudhu. Fardhu (rukun) wudhu ada 6. Pertama,
niat bersuci untuk melakukan shalat di dalam hati saat membasuh wajah, atau
niat-niat yang dianggap mencukupi (untuk melakukan shalat). Kedua,
membasuh seluruh wajah, dari tempat tumbuhnya rambut sampai dagu dan dari
telinga satu sampai telinga yang lain, termasuk yang harus dibasuh adalah
rambut dan kulit wajah, kecuali bagian dalam jenggot dan jambang (godek)
laki-laki apabila kedua keduanya lebat. Ketiga, membasuh kedua tangan
beserta siku dan sebagian atas siku. Keempat, mengusap kepala atau
sebagian kepala walaupun hanya satu rambut di dalam batas kepala. Kelima,
membasuh dua kaki beserta mata kaki, atau mengusap khuf (sejenis kaos
kaki yang terbuat dari kulit) ketika syarat-syarat memakai khuf
terpenuhi. Keenam, tartib sesuai urutan. |
فَصْلٌ: ومِنْ شُرُوطِ الصَّلاةِ
الوُضُوءُ، وفُرُوضُهُ سِتَّةٌ: الأوَّلُ: نِيَّةُ الطَّهارَةِ لِلصَّلاةِ
بِالقَلْبِ، أو غَيْرُها مِنَ النِّيّاتِ المُجْزِئَةِ، عِنْدَ غَسْلِ الوَجْهِ؛
الثّاني: غَسْلُ الوَجْهِ جَمِيعِهِ، مِنْ مَنابِتِ شَعْرِ رَأْسِهِ إلى
الذَّقَنِ، ومِنَ الأُذُنِ إلى الأُذُنِ، شَعَرًا وبَشَرًا، إلّا باطِنَ
لِحْيَةِ الرَّجُلِ وعارِضَيْهِ إذا كَثُفْنَ؛ الثّالِثُ: غَسْلُ اليَدَيْنِ
مَعَ المِرْفَقَيْنِ وما عليهما؛ الرابِعُ: مَسْحُ الرّأْسِ أو بَعْضِهِ، ولَوْ
شَعْرَةً في حَدِّهِ؛ الخامِسُ: غَسْلُ الرِّجْلَيْنِ مَعَ الكَعْبَيْنِ، أو
مَسْحُ الخُفِّ إذا كَمَلَتْ شُرُوطُهُ؛السّادِسُ: التَّرْتِيبُ هٰكذا |
Perkara-perkara yang Membatalkan Wudhu
Fasal:
Wudhu menjadi batal karena: perkara apa saja yang keluar dari dua jalan buang
hajat kecuali mani, menyentuh kelamin manusia atau bagian bulatan dubur
dengan tangan bagian dalam tanpa adanya penghalang, bersentuhan kulit lawan
jenis beserta sama-sama sudah dewasa, hilang kesadaran kecuali tidurnya orang
yang duduk menetapkan bokongnya. |
فَصْلٌ: ويُنْقِضُ الوُضُوءَ: ما
خَرَجَ مِنَ السَّبِيلَيْنِ إلّا المَنِيَّ؛ ومَسُّ قُبُلِ الآدَمِيِّ أو
حَلْقَةِ دُبُرِهِ بِبَطْنِ الكَفِّ بِلا حائِلٍ؛ ولَمسُ بَشَرَةَ
الأجْنَبِيَّةِ مَعَ كِبَرٍ؛ وزَوالُ العَقْلِ إلّا نَوْمَ قاعِدٍ مُمَكِّنٍ
مَقْعَدَتَهُ. |
Wallahu
a’lam bisshawab
Bersambung…
Diterjemah oleh:
Admin kitabterjamahan.my.id
Post a Comment for "TERJEMAH SULAM TAUFIQ 03: Kaidah Mengetahui Perkara yang Bisa Menyebabkan Murtad"