Meninggalkan Dunia Menurut Tasawuf dan Hakikat Zuhud: Terjemah Minahus saniyyah –Ngaji 02-

 Ngaji Kitab Terjemah Minahussaniyyah

 Pengertian Dunia, Meninggalkan Dunia Menurut Tasawuf dan Hakikat Zuhud

بسم الله الرحمن الرحيم

Ketahuilah hal tersebut (perihal mengenai taubat) wahai saudaraku, tetaplah bertaubat dan bencilah dunia karena mengikuti Allah Ta’ala, sebab Allah Ta’ala tidak pernah melihat pada dunia sejak Dia menciptakannya karena sangat benci terhadapnya. Di sebutkan di dalam sebuah hadits; “Cinta harta dan berlebih-lebihan, keduanya dapat menumbuhkan sifat munafiq di dalam hati sebagaimana air yang dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan”.

فاعلم ذلك يا أخى والزم التوبة وابغض الدنيا تبعا لله تعالى فإن الله تعالى لم ينظر اليها منذ خلقها لشدة بغضه لها. وفى الحديث "حب المال والسرف ينبتان النفاق فى القلب كما ينبت الماء البقل"

 

Dan Abu ‘Abdillah Sufyan Ats-Tsauri Rahimahullahu Ta’ala berkata; Seandainya seorang hamba membaktikan diri kepada Allah Ta’ala dengan menjalankan semua perintah-Nya, hanya saja ia cinta dunia, maka pada hari kiamat kelak ia akan dipanggil dihadapan seluruh makhluk; “Ingatlah! Bahwa fulan bin fulan ini adalah orang yang mencintai apa yang dibenci Allah Al Haq Ta’ala”, sampai-sampai nyaris saja daging wajahnya rontok.

وقد كان أبو عبد الله سفيان الثورى رحمه الله تعالى يقول : لو أن عبدا عبد الله تعالى بجميع المأمورات إلا أنه يحب الدنيا إلا نودي عليه يوم القيامة على رؤس الجميع "ألا إن هذا فلان بن قلان قد أحب ما أبغض الحق تعالى" فيكاد لحم وجهه يسقط.

 

Yang dimaksud dengan dunia adalah sesuatu yang melebihi kebutuhannya secara syariat.

والمراد بالدنيا ما زاد على الحاجة الشرعية،

 

Abu Al-Hasan ‘Aliy bin Muzayyin Rahimahullahu Ta’ala berkata; Seandainya kalian mensucikan seseorang sehingga kalian menjadikannya orang yang paling benar, jurur tulus bahkan lurus, maka Allah Al Haqq Ta’ala tidak akan mempedulikannya manakala Ia menempatkan dunia di dalam hatinya.

وكان ابو الحسن على بن المزين رحمه الله تعالى يقول : لو زكيتم رجلا حتى جعلتموه صديقا لا يعبأ الحق تعالى به وهو يساكن الدنيا بقلبه،

 

Beliau ditanya; Bagaimana jika Ia menempatkan dunia (di hatinya) karena untuk menafkahi saudara, keluarga dan orang-orang yang wajib dinafkahinya? 

Abu Al-Hasan ‘Aly bin Muzayyin menjawab; Kami menghindari dari jebakan ini, demi Allah, tidaklah hancur orang-orang dari golongan ahli thariqat kecuali karena rasa manisnya dunia (kekayaan, harta)  yang ada didalam hatinya. Demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, Aku benar-benar mengetahui orang yang memasukkan harta dunia pada dirinya kemudian Ia membagi-bagikan harta tersebut atas dasar memenuhi hak-hak Allah Ta’ala, maka hal tersebut walapun bersamaan dengan terbebasnya dari dosa tanggung jawab, menjadikan penghalang yang memutuskan dirinya dari Allah Ta’ala.

فقيل  له فإذا ساكنها لأجل إخوانه وعياله وغيرهم من الملازم لينفقها عليهم؟

فقال : دعونا من هذا الزلفات، والله ما هلك من هلك من أهل الطريق الا من حلاوة الغنى فى نفوسهم، والله الذى لا إله إلا هو إنى لأعرف من يدخل عليه عرض الدنيا فيقسمه على حقوق الله تعالى فيصير ذلك مع براءة ساحته حجابا قاطعا له عن الله تعالى،

 

Tuanku Abu Al Hasan As-Syadziliy Rahimahullahu Ta’ala berkata; “Seorang murid[1] tidak akan pernah naik peringkat (yakni tingkatan maqam (kedudukan di sisi Allah) sama sekali, kecuali kencintaannya apda Allah Al Haqq Ta’ala benar-benar terbukti nyata, dan Allah Al Haqq Ta’ala tidak akan pernah mencintainya sampai Ia benci terhadap dunia dan orang-orang yang cinta dunia, serta berlaku zuhud (meninggalkan) terhadap kenikmatan di dunia dan akhirat”

 

وكان سيدى أبو الحسن الشاذلى رحمه الله تعالى يقول : "لا يترقى مريد قط إلا أن صحت له محبة الحق تعالى، ولا يحبه الحق تعالى حتى يبغض الدنيا وأهلها ويزهد فى نعيم الدارين".

 

Beliau (Abu Al Hasan As-Syadziliy Rahimahullahu Ta’ala) juga berkata; “Setiap muriid yang mencintai dunia akan dibenci oleh Allah Al-Haqq Ta’ala sesuai dengan besar dan kecilnya kecintaanya terhadap dunia. Oleh karena itu, seorang muriid harus membuang jauh-jauh harta dunia dari tangan dan hatinya pada saat pertama Ia memasuki laku thariqah. Ketika Ia memohon bimbingan kepada seorang guru atau melakukan bai’at kepadanya, sementara itu Ia masih memiliki kecenderungan terhadap dunia, maka Ia harus kembali menuju ke saat dari mana Ia datang, dan thariqah menolaknya (karena masih ada kecenderungan pada dunia- pnj). Karena minimal pondasi yang harus dibuat oleh seorang murid dalam menempuh jalan menuju Allah adalah berlaku zuhud terhadap dunia. Oleh karena itu, barangsiapa yang tidak berlaku zuhud terhadap dunia, maka Ia tidak sah memiliki bangunan apapun di akhirat”.

وقال أيضا : كل مريد أحب الدنيا فالحق تعالى يكرهه على حسب محبتها له كثرة وقلة، فيجب على المريد أن يرمى الدنيا من يده ومن قلبه أول دخوله فى الطريق، ومتى تلقن على شيخ أو أخذ عليه العهد وهو يميل إلى الدنيا فلا بد أن يرجع من حيث جآء، وترفضه الطريق، فإن أقل أساس يضعه المريد فى الطريق الزهد فى الدنيا، فمن لم يزهد فى الدنيا لا يصح له بناء شيء فى الآخرة.

 

Tuanku Syaikh ‘Abdul Qodir Al-Jili Rahimahullahu Ta’ala berkata: ”Barangsiapa yang menghendaki akhirat, maka wajib baginya berlaku zuhud di dunia, dan barangsiapa yang menghendaki Allah Ta’ala (sebagai tujuannya), maka Ia harus berlaku zuhud terhadap akhirat”.

وكان سيدى عبد القادر الجيلى رحمه الله تعالى يقول : "من أراد الآخرة فعليه بالزهد فى الدنيا، ومن أراد الله تعالى فعليه بالزهد فى الآخرة".

 

Selama dalam hati seorang hamba masih terdapat salah satu kesenangan terhadap dunia, atau satu kenikmatan dunia berupa makanan, pakaian, perempuan, kekuasaan, jabatan atau memperdalam salah satu bidang ilmu yang melebihi batas kewajiban seperti: merawikan hadits pada zaman sekarang, membaca Al-Qur’an dengan tujuh macam bacaan, ilmu nahwu, ilmu fiqih dan ilmu balaghah, maka semua itu bukanlah termasuk orang yang cinta akhirat, melainkan Ia hanyalah orang yang cinta dunia dan menuruti hawa nafsunya.

وما دام فى قلب العبد شهوة من شهوات الدنيا او لذة من لذاتها من مأكول أو ملبوس أو منكوح أو ولاية أو رياسة أو تدقيق فى فن من فنون العلم الزائد عن الفرض كروا ية الحديث الآن وقرآءة القرآن بالقرءآت السبع وكالنحو والفقه والفصاحة، فليس هذا محبا فى الآخرة، إنما هو راغب فى الدنيا تابع لهواه.

 

Abu ‘Abdillah Al-Maghribiy Rahimahullahu Ta’ala berkata; “Orang fakir yang tidak mempunyai harta dunia walaupun Ia tidak melakukan amal-amal yang utama sedikitpun, itu Ia lebih utama daripada orang-orang yang ahli ibadah sementara di sisi mereka terdapat harta dunia, bahkan seberat biji sawi dari amal orang fakir, lebih utama daripada beberapa gunung amal ahli dunia”.

وكان أبو عبد الله المغربى رحمه الله تعالى يقول : الفقير المجرد عن الدنيا وإن لم يعمل شيأ من أعمال الفضائل أفضل من هؤلاء المتعبدين ومعهم الدنيا، بل ذرة من عمل الفقيء المجرد أفضل من الجبال من أعمال أهل الدنيا.

 

Tuanku Abu Al-Mawahib As-Syadzily Rahimahullahu Ta’ala berkata; “’Ibadah yang disertai cinta dunia itu menyibukkan hati dan melelahkan raga, ibadah seperti itu walaupun banyak (sebenarnya) sedikit. Ibadah tersebut (bernilai) banyak hanya menurut dugaan pelakunya saja. Ibadah yang seperti itu ibarat sebuah bentuk yang tidak memiliki nyawa dan bagaikan raga yang kosong tiada bernilai”.

وكان سيدى أبو المواهب الشاذلى رحمه الله تعالى يقول : "العبادة مع محبة الدنيا شغل قلب وتعب جوارح، فهى وإن كثرت قليلة، وإنما هى كثيرة فى وهم صاحبها، وهى صورة بلا روح واشاح خالية غير حالية

 

Oleh karena itu, engkau melihat banyak sekali orang-orang berharta yang sering berpuasa, shalat dan haji, namun mereka sama sekali tidak memiliki cahaya zuhud dan tidak pernah merasakan manisnya ibadah.

ولهذا ترى كثيرا من أرباب الدنيا يصومون كثيرا، ويصلون كثيرا، ويحجون كثيرا، وليس لهم نور الزهاد، ولا حلاوة العبادة،

 

Hakikat zuhud yaitu; meninggalkan kecenderungan mencintai harta dunia,(hal ini) bukan berarti benar-benar mengosongkan tangan dari harta dunia, karena tidak adanya larangan dari  pembawa syari’at untuk berniaga dan berprofesi, dan tidak ada satu orang pun yang menyatakan demikian itu. Hanya saja pada kalangan mayoritas sahabat dan tabiin telah berlaku mengosongkan tangan dari dunia dengan tujuan supaya orang-orang yang terhalang dari persaksian hal-hal yang agung mengikuti jejak mereka. Karena itulah, para shahabat dan tabiin menampakkan kepada mereka sikap zuhud terhadap dunia dengan mengosongkan tangan dan melarang mereka hidup bergelimang harta dunia karena khawatir akan masuk terjebak cinta dunia hingga mereka tidak mendapatkan petunjuk untuk lepas dari rasa cintanya dan berlomba-lomba mendapatkan harta dunia. Sesungguhnya orang-orang yang sempurna itu tidak akan tersibukkan dari Allah Ta’ala oleh sesuatu pun yang ada di dunia maupun di akhirat, berbeda dengan orang awam.

وحقيقة الزهد هو ترك الميل إليها بالمحبة، لا بخلو اليد من الدنيا لعدم نهى الشارع عن التجارة وعن عمل الحرف، ولا قائل بذلك، وإنما درج جمهور الصحابة والتابعين عن حلو اليد من الدنيا ليقتدى بهم المحجوبون عن مشاهدة الأكابر، فلذلك أظهروا لهم الزهد فى الدنيا بخلو اليد ونهوهم عن التبسط فى الدنيا خوفا عليهم أن يدخلوا فى محبتها فلا يهتدون بعد ذلك للخروج عن حبها والمزاحمة عليها، فإن الكاملين لا يشغلهم عن الله تعالى شيء فى الكونين بخلاف القاصرين،

 

Wahai saudaraku, oleh karena itu, hormatilah setiap orang yang engkau lihat berhias mewah dengan pakainnya, kecuali apabila engkau menghawatirkan pengikut-pengikutnya akan menirunya tanpa mengetahui maksudnya. maka engkau berhakk melarangnya dari yang Ia lakukan karena khawatir pada murid-muridnya. Atau engkau berhak menyuruhnya untuk berkata pada murid-muridnya; “Kalian janganlah mengikutiku dalam masalah berpakaian bagus, banyak istri dan bayak kendaraan, karena hal-hal ini bukanlah untukmu saat ini”. Demikian itu apabila hal tersebut diperoleh dari harta halal, jika dari harta haram, maka inkar terhadap guru tersebut adalah wajib. Untuk itu, pahamilah!.

فسلم يا أخى لكل من تراه متجملا بالثياب من القوم إلا إن خفت على أتباعه أن يتبعوه مع الجهل بمقصده، فلك أن تنهاه عن ذلك خوفا عن تلامذه، أو تأمره بأن يقول لهم لا تقتدوا بى فى حسن الملابس والمناكح والمراكب فإن هذا ليس لكم الآن، هذا إن وجد ذلك من مال حلال وإلا فالإنكار على ذلك الشيخ واجب فافهم،

 

Kemudian, sudah jelas bahwa orang-orang yang zuhud itu tidak melakukan praktik zuhud secara hakiki kecuali pada perkara yang belum dibagikannya, Adapun perkara apa saja yang diberikan kepada mereka itu tidak lantas membuat zuhudnya menjadi sah hanya dengan menolak pemberian. Karena dalam hal tadi (bisa disebut) zuhud hanyalah kebiasaan saat tidak ada kecondongan pada pemberian tersebut , dimana ia tidak kikir kepada orang yang berhak untuk mendapatkannya dan tidak tersibukkan olehnya dari beribadah kepada Tuhannya. Ketahuilah hal itu wahai saudaraku!

ثم لا يخفى ان الزاهدين ما زهدوا حقيقة إلا فى ما لم يقسم، وأما ما قسم لهم فلا يصح لأحد الزهد فيه بأن يتركه، وإنما الزهد فيه يكون بترك الميل إليه عادة بحيث لا يبخل به عن مستحقه ولا يشتغل به عن ربه فاعلم ذلك يا أخى.

Wallahu ‘alam bisshawab.

Bersambung.

Edited by: Kitabterjemahan.my.id

<< Ngaji Sebelumnya…

Ngaji Berikutnya…>>


[1] Secara bahasa adalah orang yang tidak ada keinginan apapun yakni hanya karena Allah semata. Menurut Syaikh Muhyiddin Ibnu Arabi Murid adalah orang memutus -untuk menuju Allah- dari pandangan apapun dan ingin dilihat serta membersihkan dari kehendak diri. Lihat kitab at-Ta’rifaat, hlm. 206

Post a Comment for "Meninggalkan Dunia Menurut Tasawuf dan Hakikat Zuhud: Terjemah Minahus saniyyah –Ngaji 02-"