Meninggalkan Perbuatan Mubah untuk Naik Peringkat: Terjemah Minahus saniyyah –Ngaji 03-

Ngaji Kitab Terjemah Minahussaniyyah

Meninggalkan Perbuatan Mubah untuk Naik Peringkat dan Menjadikan Perkara Mubah bernilai Pahala

Memilih Membaca Al Qur'an dari berbuat yang Mubah seperti nyantai-nyantai 


بسم الله الرحمن الرحيم

 

“Tinggalkanlah perkara-perkara mubah untuk mencapai maqaam yang luhur

(وَاتْرُكِ الْمُبَاحَاتِ طَلَبًا لَتَرَقِّى الْمَقَامَاتِ الْعَلِيَّةِ)

 

Tuanku ‘Aliy Al-Murshifiy Rahimahullahu Ta’ala berkata; “Maqaam iradah (derajat di sisi Allah dengan ibadah yang hanya untuk tujuan akhirat)  tidak lah sah bagi Si Muriid  sampai Ia meninggalkan perbuatan-perbuatan mubah dan mengganti kedudukan setiap perkara mubah yang Ia tinggalkan dengan perkara yang diperintah syariat berupa kesunnahan atau amal yang lebih utama, dan Si Muriid (dalam) menjauhi perkara mubah seperti halnya (menjauhi) perkara yang dilarang secara makruh tanzih”.

 

قال سيدى على المرصفى رحمه الله تعالى : "لايصح لمريد قدم فى الإرادة حتى يترك فعل المباحات ويجعل مكان كل مباح تركه مأمورا شرعيا من مندوب أو أولى ويجتنب المباح كأنه منهي عنه كراهة تنزيه"

 

Para Ulama sepakat bahwa setiap orang yang memanjakan dirinya untuk melakukan rukhshah (ibadah yang ringan-ringan) bukan azimah (ibadah yang sesuai dengan hukum asal yang kokoh), Ia tidak akan memperoleh sesuatu apapun pada thariqah-nya (perjalanan menuju Allah).

 

وقد أجمعوا على أن كل من مهد لنفسه ارتكاب الرخص دون العزائم لا يجيء منه شيء فى الطريق.

 

 

Tuanku ‘Aliy Al-Khowwash Rahimahullahu Ta’ala berkata; “Allah Ta’ala tidak menjadikan perkara mubah kecuali untuk memberi kelonggaran bagi anak Adam -‘alaihi ashholatu wassalam- dari beratnya tugas beribadah saat Allah Ta’ala meletakkan kebosanan melakukan tugas-tugas wajib pada diri mereka. Seandainya Allah Ta’ala tidak memberikan rasa bosan dalam diri mereka, tentu Dia tidak akan memberlakukan hukum mubah kepada mereka, sebagaimana yang Allah perbuat pada para malaikat, karena para malaikat tidak pernah mengenal rasa bosan.  Oleh sebab itu, mereka selalu bertasbih di waktu malam dan siang tanpa pernah berhenti karena bosan”.

وقال سيدى على الخواص رحمه الله تعالى : ما جعل الله تعالى المباح إلا تنفيسا لبنى آدم عليه الصلاة والسلام من مشقة التكليف حين ركب الله تعالى فى ذواتهم الملل من التكاليف، ولو أن الله تعالى لم يركب فى ذواتهم الملل لم يشرع لهم المباح كما فعل بالملائكة لأنهم لايعرفون الملل طعما، فلذلك كانوا يسبحون الليل والنهار (لَا يَفْتُرُوْنَ)،

 

 

Syaikh ‘Aliy Al-Khowwash Rahimahullahu Ta’ala berkata; Ketika orang-orang tasawuf memilih menempuh jalan yang berat untuk diri mereka, bukan yang ringan dengan tujuan mencapai derajat tinggi di sisi Allah, sebagaimana hal itu dapat diketahui dari perilaku mereka, maka mereka pun menuntut murid-muridnya untuk berperilaku mengurangi perbuatan mubah semampunya dan menggantinya dengan ketaatan yang jelas mendapatkan pahala atasnya.

قال ولما كان القوم من شأنهم الأخذ بالعزائم دون الرخص طلبا للترقى كما هو معلوم من أحوالهم طلبوا من المريدين العمل على تقليل المباحات جهدهم ويجعلون مكان ذلك طاعة يثابون عليها،

 

Lalu, apabila mereka tidak menemukan ketaatan (sebagai ganti perkara mubah), maka mereka meniatkan satu kebaikan dalam mengerjakan pekerjaan mubah seperti makan dan berbicara, (contoh meniatkan satu kebaikan) seperti memperoleh kekuatan untuk beribadah dengan makan makanan yang disenangi, atau menghilangkan sikap cemberut dengan membahagiakan saudara-saudara mereka dengan beberapa obrolan dan lain sebagainya.

فإن لم يجدوا طاعة نووا بالمباح من أكل وكلام خيرا كالتقوى على العبادات بأكل تلك الشهوة وزوال العبوسة بمباسطة اخوانهم ببعض كلامهم ونحو ذلك،

 

Dan mereka akan menghukum murid-muridnya karena tidur tanpa dalam kondisi darurat, karena makan sebelum lapar, sebab berbicara tanpa ada suatu keperluan dan karena bergaul dengan orang-orang tanpa adanya keadaan yang memaksanya untuk bergaul. Mereka (melakukan penekanan seperti itu) berharap agar murid-muridnya mendapatkan pahala seperti pahala mengerjakan kewajiban di dalam setiap perilakunya. Karena, Si Muriid boleh makan saat makan menjadi benar-benar wajib baginya, Ia boleh berbicara saat berbicara benar-benar wajib baginya.

وأخذوا المريد بالنوم من غير ضرورة، وبالأكل من غير جوع، وبالكلام من غير حاجة، وبمخالطة الناس الا لضرورة، فأرادوا أن يثاب مريدهم ثواب الواجبات فى سائر أحواله، فيأكل حين يجب عليه الأكل، ويتكلم حين يجب عليه الكلام مثلا

 

Selanjutnya, apabila Si Muriid mengalami penurunan perilaku dari yang Ia selalu biasakan, maka penurunannya tidak akan menjauhi dari nilai sunnah. Sehingga, Si Muriid akan makan saat benar-benar disunnahkan makan dan Ia akan berbicara saat memang Ia disunnahkan berbicara.

، فإن نزل على ذلك فلا ينزل عن الإستحباب، فيأكل حين يستحب الأكل، ويتكلم حين يستحب الكلام،

 

Demikian pula, mereka menghukum kepada muriid-nya sebab lupa, mimpi basah dan menjulurkan kakinya (santai-santai) di waktu siang ataupun malam hari kecuali karena ada keperluan. Mereka juga menghukum muriid-nya sebab bisikan-bisikan hati walaupun bisikan hati tersebut tidak sampai menetap di dalam hatinya, dan sebab memakan makanan yang ia senangi (walaupun secara syariat itu) yang mubah, karena hal itu dapat menghentikannya untuk naik peringkat ke derajat yang luhur.

وكذلك آخذوا المريد بالنسيان وبالاحتلام ويمد الرجل فى ليل او نهار إلا لحاجة، وآخذوه بالخواطر ولو لم تستقر، وآخذوه بأكل الشهوات المباحات لكونها توقف على الترقى.

 

Di dalam kitab Zaburnya Nabi Dawud ‘alaihissalam (disebutkan); “Wahai Dawud! Waspadalah dan peringatkanlah kaummu dari makan makanan yang disenangi, karena hati dari orang-orang yang selalu menuruti kesenangannya itu terutup dari-Ku”.

وفى زبور السيد داود عليه السلام : "يا داود حذر وأنذر قومك عن أكل الشهوات، فإن قلوب أهل الشهوات محجوبة عنى"

 

Sebagaimana makan makanan yang disenangi itu bisa menjauhkan seorang hamba dari hadirat Allah Ta’ala, demikian pula menjulurkan kedua kaki tanpa adanya alasan syar’i merupakan perbuatan yang tidak beretika kepada Allah.

وكما أن أكل الشهوات يطرد العبد عن حضرة الله تعالى فكذلك مد الرجل من غير حاجة بجامع سوء الأدب.

 

Tuanku ‘Aliy Al-Khowwash juga berkata; Seorang muriid tidak akan sampai pada maqaam sidiq hingga Ia menambah pengagungannya pada  perintah Allah Ta’ala dan larangan-Nya, lalu melaksanakan kesunahan seolah-olah itu adalah kewajiban, meninggalkan kemakruhan seolah-olah itu adalah keharaman dan menjauhi keharaman seolah-olah itu adalah kekufuran. Dan berniat dalam seluruh perbuatan mubah dengan niat yang baik agar mendapatkan pahala atas hal tersebut.

وقال أيضا : لايبلغ  المريد مقام الصدق  حتى يزيد فى تعظيم أمر الله تعالى ونهيه فيفعل المندوب كأنه واجب، ويجتنب المكروه كأنه حرام، ويجتنب الحرام كأنه كفر وينوى بجميع المباحات خيرا ليثاب على ذلك.

 

Oleh karena itu, Si Muriid berniat dengan tidur di waktu qailulah (tidur tengah hari) untuk memperoleh kekuatan melakkukan ibadah di malam hari dan memenuhi sebagian keinginan karena untuk mengobati nafsunya ketika enggan beribadah secara keseluruhan, karena mulut nafsu berkata kepada tuannya; “Penuhilah beberapa keinginanku bersamaku, apabila tidak kau penuhi aku akan membantingmu”.

، فينوى بالنوم فى القيلولة التقوى على قيام الليل، ويتناول بعض الشهوات لمداواة نفسه إذا نفرت من العبادات بالكلية، فإن لسان حال النفس يقول لصاحبها : كن معى فى بعض اغراضى وإلا صرعتك،

 

Begitu pula, Si Muriid dengan mengenakan pakaiannya yang indah, hendaknya berniat karena menampakkan nikmat Allah Ta’ala, bukan karena bagian dari hawa nafsu, dan juga dengan makan makanan enak, minum minuman manis dan segar hendaknya diniati karena untuk memenuhi kebutuhan raganya agar dapat bersyukur kepada Allah Ta’ala secara nyata.

وكذلك ينوى بلباس الثياب الفاخرة إظهار نعمة الله تعالى دون الحظوظ النفسانية، وكذلك يأكل الزائد من الطعام البارد الحلو من الشراب لأجل استجابة أعضائه ليشكر الله تعالى بعزم،

 

Dulu Abu Al-Hasan As-Syadzili Rahimahullahu Ta’ala pernah berkata kepada sahabat-sahabatnya; “Makanlah makanan yang paling enak, minumlah minuman yang paling nikmat, tidurlah di atas alas tidur yang paling halus dan pakailah pakaian yang paling lembut. Karena, apabila salah satu dari kalian melakukan hal tersebut dan mengucapkan “Alhamdulillah”, maka seluruh tubuh akan turut merespon untuk bersyukur.

وقد كان أبو الحسن الشاذلى رحمه الله تعالى يقول لأصحابه :"كلوا من أطيب الطعام واشربوا من ألذ الشراب وناموا على أوطاء الفراش والبسوا ألين الثياب فإن أحدكم إذا فعل ذلك وقال الحمد لله يستجيب كل عضو فيه للشكر،

 

Berbeda ketika seseorang makan roti gandum dicampur garam, memakai pakaian kasar, tidur beralaskan tanah, dan minum air asin yang kental dan mengucapkan “Alhamdulillah”, maka Ia memang mengucapkan Alhamdulillah, namun di hatinya merasa mengeluh tidak puas dan marah atas takdir Allah Ta’ala.

بخلاف ما إذا أكل خبز الشعير بالملح ولبس العباءة ونام على الأرض وشرب الماء المالح السخن وقال الحمد لله فإنه يقول ذلك وعنده اشمئزاز وبعض سخط على مقدور الله تعالى،

 

Seandainya Ia melihat dengan mata batinnya, tentu Ia akan menemukan keluhan ketidak puasan dan marah yang mana hal tersebut dosanya melebihi dari dosa orang bersenang-senang dengan kenikmatan dunia secara yakin. Karena, orang yang bersenang-senang dengan kenikmatan dunia itu dia melakukan sesuatu yang diperbolehkan Allah Al Haqq Ta’ala. Sementara, orang yang di dalam hatinya terdapat keluhan dan ketidak puasan serta marah, sebenarnya Ia telah melakukan perkara yang diharamkan oleh Allah Al-Haqq ‘Azza wa Jalla”.

ولو أنه نظر بعين البصيرة  لوجد الاشمئزاز والسخط الذى عنده يرحج فى الإثم على من تمتع بالدنيا بيقين، فإن المتمتع بالدنيا  فعل ما أباحه الحق تعالى، ومن كان عنده اشمئزاز وسخط فقد فعل ما حرمه الحق عز وجل"

 

Kerjakannlah nasihat tersebut, wahai saudaraku!.

وافعل ذلك يا أخى.

 

Wallahu ‘alam bisshawab.

Bersambung.

 

Edited by: Kitabterjemahan.my.id


<< Ngaji Sebelumnya…

Ngaji Berikutnya…>>

Post a Comment for "Meninggalkan Perbuatan Mubah untuk Naik Peringkat: Terjemah Minahus saniyyah –Ngaji 03-"