MENYIASATI ISU DAN BERITA ALA SANTRI

Artikel Santri:


بسم الله الرحمن الرحيم

Beberapa bulan yang lalu Indonesia sempat memanas. Sebenarnya agak berlebihan, sebagian region yang panas tapi menjadi isu skala nasional. Salah satu bentuk bersi tegang kalau dibahasakan setengah versi censored seperti ini:
Gambar: Membaca dengan cermat
“Tolak gembus, dia menistakan agama”, dalam komentar sebuah TS.
“Kalian tidak memahami konteks dan tidak melihat secara penuh videonya, goblok!” timpal sebuah komentar lagi.
“Gembus itu layak dibunuh”, sahut satu komentar lagi.
“Agama model apa seenaknya membunuh orang, dasar agama bar-bar”, komentar lain dibawahnya.
Keributan di berbagai media menghegemoni Nusantara. Dari satu kasus kekasus lain, pernyataan pro dan kontra yang saling menghujat berada di level puncak media massa dan sosial. Sangat rapuh untuk memikul no SARA.
Masing-masing pihak bersikukuh dengan argumentasinya, yang lebih ”njelei” adalah level akar rumput yang onomatope atau “tiru-tiru”. Baru dengar informasi dari sisi pihak mereka langsung saling serang. Mbok ya ditimbang-timbang, dibandingkan, cari referensi dulu mengenai informasi yang didapat itu. Paling-paling hanya informasi jenis authority-personal. Alangkah bijaknya apabila menggali sampai sense perception, reason, bahkan kalau bisa berdasar intuisi (sekelas wali kalau kayak gini mah, hehe,,,).
Level akar rumput sering kali dijadikan bidak oleh penguasa, bahkan yang lebih parah adalah si latah ini tidak sadar sedang dimanfaatkan dan lebih militan pula. Baik itu dari peristiwa-peristiwa kemarin, partai politik, pengikut tokoh satu dengan tokoh yang lain, yang penting kemasannya bernuansa ketuhanan meskipun isinya kelicikan.
Sebagai makhluk sosial kita belum terbiasa mendengar orang lain, atau “membaca” hal-hal yang berseberangan dengan kita. Imbasnya bencana kagetan dan kesusu men-judge terjadi dimana-mana. Yang lebih parah dalam menjustifikasi itu dengan bahasa yang kasar dan jauh dari kata berpendidikan apalagi islami. Mengklaim masing-masing yang paling benar. Bukannya mencari solusi supaya rukun malah pembenaran-pembenaran egoistik.
Alangkah baiknya kita sebagai titik awal menjadi silent reader. Belajar dahulu yang banyak baru ke permukaan. Sehingga –paling tidak- dalam menerima informasi tidak gegabah, dan dalam berargumen lebih menyejukkan. Berawal dari amati, pelajari, dan refleksi. Silent rider selaras dengan mutiara hikmah al hikam:
ادفن وجودك فى ارض الخمول , فما نبت مما لم يدفن لا يتم نتاجه
“Kuburlah dirimu di dalam bumi ketidak-nampakan (khumul). Sebab sesuatu yang tumbuh dari benih yang tidak ditanam di balik ketidak-nampakan tak akan sempurna buahnya”
Tapi jangan-jangan yang nulis juga bukan silent reader yang baik, lha nyatane nulis ngunu kui.
Ah, ra po-po. Markingop, mari kita ngopi…😀😀

By: Kang Irham

Post a Comment for "MENYIASATI ISU DAN BERITA ALA SANTRI"